Memantapkan Koperasi Sebagai Soko Guru Ekonomi

NEWSANTARA.CO-Jakarta. Memperingati hari Koperasi nasional yang ke 72, perlu dilakukan refleksi secara mendasar. Hal itu dikemukakan oleh Direktur Pusat Inkubasi Bisnis Syari’ah (PINBAS MUI) Azrul Tanjung.

“Paradigma koperasi ini dalam implementasinya harus kembali diluruskan menjadi Soko Guru Ekonomi” Tegas Azrul saat ditemui di kediamannya, Kamis (11/07/2019).

Lebih jauh ia menjelaskan, mengapa koperasi di Indonesia tak menjadi pondasi bangunan kekuatan perekonomian? karena disebabkan koperasi hanya menjadi subordinat korporasi.

“Kelamahan koperasi di Indonesia sehingga tidak bisa berkembang dikarenakan menjadi subordinat atau subsistem dari korporasi”, Jelas Azrul menambahkan.

Secara teknis Korporasi yang melahirkan koperasi seperti koperasi karyawan, bukan koperasi yang melahirkan banyak korporasi.

Paradigma yang mesti dibangun adalah, bahwa koperasi merupakan penggerak korporasi yang mampu menjawab tantangan perekonomian. Bukan lagi sekedar lembaga subsistem atau bahkan lembaga sosial yang menjadi skrup kecil.

Revitalisasi Peran Koperasi

Sebaliknya, koperasi merupakan lembaga ekonomi sekaligus badan usaha yang mampu menjadi korporasi raksasa dunia. Dalam hal ini, AT sapaan akrab Azrul Tanjung, memberikan contoh beberapa negara di belahan Eropa dan Asia.

Dalam daftar World Cooperative Monitor 2018, setidaknya ada 300 Koperasi besar dunia dalam daftar yang dirilis terakhir pada 2018 lalu.

Merujuk daftar 300 koperasi besar dunia, nomor satu dipegang oleh Bank koperasi Groupe Credit Agricole asal Prancis yang begerak di bidang sektor perbankan dan jasa keuangan bagi para petani, yang berawal dari 40 bank lokal.

Perputaran usaha Agricole mampu mencapai 90,16 miliar dolar AS pada 2016, dan kini menjadi jaringan bank koperasi yang melayani 70 negara terutama di Eropa. Saat ini, Credit Agricole Group merupakan bank nomor satu di Perancis menguasai 28 persen pasar dalam negeri.

Banyak koperasi di Indonesia dilahirkan oleh komunitas tertentu (satu profesi) namun bukan satu pelaku usaha seperti komunitas petani. Sehingga anggota hanya menyertakan modal saja tanpa terlibat langsung di dalam dalam proses manajemen.

Di beberapa negara diantaranya Jepang, muncul Koperasi pertanian Zen-Noh sebagai kekuatan baru mensejahterakan para petani Jepang, dengan menguatkan produk pertaniannya.

Perputaran usaha koperasi Zen-Noh mencapai 44,06 miliar dolar AS. Zen-Noh merupakan koperasi pertanian nomor satu di dunia, yang saat ini memiliki anggota perorangan sebanyak 4.6 juta petani dengan karyawan lebih dari 12,500 orang. Zen-Noh merupakan simbol kedaulatan petani di Jepang.

Di Selandia Baru, Koperasi peternakan Fonterra telah berhasil memajukkan banyak peternak di negara ini, sehingga menghasilkan salah satu produk susu terkenal.

Perputaran omzet usaha koperasi Fonterra mencapai 13,40 miliar dolar AS. Fonterra telah menjadi koperasi susu multinasional milik Selandia Baru, dengan salah satu produk yang sangat kita kenal dengan nama “Anlene”. Koperasi Fonterra beranggotakan 10.600 peternak, dan menguasai 30 persen ekspor produk susu dunia.

Kedua negara itu telah membuktikan produk usaha koperasi ternyata mampu bersaing dengan perusahaan multinasional yang berkapitalisasi besar, bukan hanya di negaranya namun juga bersaing di kancah International.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Sejatinya Indonesia memiliki keunggulan yang sama mengelola koperasi menjadi usaha bisnis multinasional. Kekuatan ekonomi kerakyatan Indonesia yang bebasis pada semangat gotong royong terbukti mampu menciptakan rasa keadilan ekonomi Indonesia, menciptakan pemerataan kesejahteraan dan menghilangkan ketimpangan.

Namun menjadi pertanyaan kenapa sejak awal ide koperasi di Indonesia dicetuskan hingga saat ini, tidak banyak koperasi rakyat yang berkembang menjadi perusahaan multinasional, seperti di negara lain? Apa yang salah dengan pengelolaan koperasi di Indonesia? Apakah koperasi yang ada saat ini jauh dari jatidiri koperasi yang sebenarnya, saling gotong royong dan tolong menolong memajukan sesama anggota.

Pertama, adalah aspek kekuatan koperasi yang berpijak pada saling memajukan anggota bukan pada kekuatan modal. Kedua, jatidiri koperasi adalah berpijak pada bisnis anggota, bukan bisnis di luar yang dijalankan anggota. Ketiga, anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pelanggan produk atau jasa koperasi.

Keempat, koperasi harus mengembangkan bisnis yang dimiliki anggota dan kelima kemajuan koperasi itu harus terjadi dari bawah ke atas, bottom up, dan bukan dari atas ke bawah, top down. Bagaimana di Asia Tenggara, berbeda dengan negara di Asia lainnya, Sesuai dengan karakteristiknya, Singapura mengandalkan kekuatan koperasi melalui bisnis ritel.

Koperasi konsumen di Singapura ini menguasai 55 persen pangsa supermarket. Keberhasilannya ditunjukkan dengan The National Trade Union Congress (NUTC) Fairprice yang menyodorkan fakta dahsyat tentang dominasi koperasi dalam bisnis ritel.

Sementara, Malaysia mampu melibatkan 24 persen penduduknya menjadi anggota koperasi. Koperasi jasa (Bank Kerja Sama Malaysia/Bank Rakyat) pernah dinobatkan sebagai kopersi terbaik dunia. Dalam daftar 300 koperasi terbaik di dunia versi 2018 tersebut, Indonesia hanya diwakilkan satu koperasi yang diakui yakni Koperasi Telkomsel Seluler atau Kisel. Kisel masuk 300 koperasi terbaik dunia karena memiliki omzet dan modal yang besar.

Sayangnya Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Singapura yang masing-masing memiliki dua koperasi, dan India yang memiliki tiga koperasi yang masuk dalam 300 koperasi besar dunia. Dari daftar itu 100 terbesar setidaknya dimiliki oleh negara-negara maju baik di Eropa, Amerika dan dua negara Asia, Jepang dan Korea.

Koperasi Telkomsel Seluler atau Kisel Indonesia yang menjadi keunggulan Indonesia, merupakan koperasi karyawan yang dibentuk BUMN Telkomsel.

Kisel didirikan pada 23 Oktober 1996, sebagai entity support kebutuhan internal Telkomsel terutama untuk memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia pendukung dan proyek pencetakan invoice yang tersebar di 14 Wilayah.

Kisel saat ini memiliki lima anak perusahaan dengan menjalankan bisnis utama di bidang penyedia jasa Sales and Distribution Channel (Penjualan dan Distribusi), General Service (Layanan Umum), dan Telco Infrastructure & Power Engineering.

Pada 2017 Kisel mencatatkan omzet sebesar Rp 5,9 triliun, dengan total aset sebesar Rp 1,48 triliun dan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp 63,7 miliar. Capaian itu sangat baik, terlebih jika pergerakannya berbasis pada bottom-up.

Lantas bagaimana dengan Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia, yang menjadi andalan pemerintah mensejahterakan petani dan memajukan sektor pertanian di tanah air?

Terbukti KUD tidak menjadi andalan koperasi Indonesia seperti layaknya koperasi pertanian Zen-Noh yang dimiliki Jepang atau koperasi peternakan Fonterra yang dimiliki Selandia Baru.

Berbeda dengan di Indonesia, koperasi berkembang sangat tergantung dengan kondisi perpolitikan atau rezim. Mulai dari sebelum merdeka dan setelah merdeka koperasi masih tergantung rezim. Beda pemerintah beda concern dan kebijakan koperasinya.

Padahal koperasi menjadi tumpuan perekonomian sebagaimana amanat undang-undang. Karena dalam koperasi sesungguhnya memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai gerakan ekonomi dan sebagai badan usaha.

Dengan kekuatan peran tersebut, koperasi diharapkan mampu menghadapi distorsi pasar serta menciptakan kesimbangan sebagai akibat pemberlakuan prinsip bisnis yang semata-mata bermotif ekonomi.

Selain itu, kedua peran tersebut juta diharapkan menjadi wadah ekonomi yang mampu menciptakan efektivitas dan efisiensi yang tinggi karena selai bertumpu pada kekuatan anggota juga ditopang oleh kekuatan sumber-sumber ekonomi lainnya seperti pasar, mesin, metode, modal dan lain sebagainya, Tutup Azrul.(red/tan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *