JAKARTA, Newsantara.co – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh sebelum mencabut moratorium pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi. Rencana pencabutan ini melibatkan kuota 600.000 pekerja dengan gaji di atas Rp6,5 juta per bulan.
Netty menegaskan, banyak persoalan dalam mekanisme penempatan pekerja migran yang belum terselesaikan. Salah satunya adalah Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang belum dievaluasi secara menyeluruh.
“Kebijakan ini tidak boleh diambil secara tergesa-gesa. Pemerintah harus memastikan sistem pelindungan bagi pekerja migran benar-benar siap. Saat ini, banyak permasalahan yang belum diselesaikan, termasuk evaluasi terhadap SPSK,” ujar Netty pada Minggu, 23 Maret 2025.
Ia juga menyayangkan belum adanya pertemuan resmi antara DPR dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk membahas kesiapan serta mitigasi risiko terkait pencabutan moratorium tersebut.
“Jangan sampai keputusan ini membuka celah eksploitasi, keterlambatan gaji, atau kasus kekerasan yang pernah terjadi sebelumnya. Hak dan keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Netty mengingatkan bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi pernah mengalami berbagai bentuk kekerasan serius. Kasus penyiksaan fisik dan mental, pemerkosaan, hingga eksploitasi kerja oleh lebih dari satu majikan menjadi catatan kelam yang tidak boleh terulang.
Ia meminta pemerintah memperkuat perjanjian bilateral dengan Arab Saudi dan menerapkan sistem pengawasan yang ketat. Menurutnya, pencabutan moratorium tanpa persiapan matang bisa memicu kembali risiko besar bagi pekerja migran.
“Pemerintah harus memprioritaskan keselamatan pekerja. Jika ada potensi risiko tinggi, sebaiknya moratorium ini tidak dicabut sebelum sistem pelindungan benar-benar berjalan efektif,” kata Netty menegaskan.
Sebagai anggota Komisi IX, Netty berkomitmen mengawal kebijakan ini agar memberikan manfaat nyata bagi pekerja migran dan melindungi hak mereka di luar negeri. (Red.)