Bersalah atas Surat Perintah ICC Terkait Kejahatan terhadap Kemanusiaan
MANILA, Newsantara.co – Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina, resmi ditangkap setelah tiba di Bandara Internasional Manila dari Hong Kong pada Selasa (11/3). Penangkapan ini dilakukan berdasarkan surat perintah dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perang melawan narkoba yang menewaskan ribuan orang.
Duterte Ditahan di Bandara Internasional Manila
Setibanya di Manila, jaksa agung langsung menyerahkan surat perintah penangkapan dari ICC kepada Duterte. Pemerintah Filipina mengonfirmasi bahwa mantan presiden berusia 79 tahun ini kini berada dalam tahanan pihak berwenang.
Situasi di bandara sempat memanas ketika pengacara, ajudan, serta dokter yang mendampingi Duterte dicegah untuk mendekatinya. Senator Bong Go, sekutu dekat Duterte, mengecam tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusionalnya.
Surat Perintah ICC: Tuduhan Kejahatan terhadap Kemanusiaan
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan pada 7 Maret 2025, menyatakan bahwa ada “alasan kuat untuk meyakini” bahwa Duterte bertanggung jawab atas pembunuhan sistematis terhadap ribuan korban selama perang melawan narkoba. Pengadilan juga menilai bahwa Duterte masih memiliki pengaruh politik yang kuat, sehingga penangkapannya diperlukan untuk mencegah gangguan terhadap investigasi dan menjamin keselamatan saksi serta korban.
Reaksi Keluarga Korban dan Pemerintah Filipina
Penangkapan Duterte memicu berbagai reaksi, terutama dari keluarga korban. Randy delos Santos, paman dari seorang remaja yang dibunuh polisi dalam operasi anti-narkoba 2017, menyatakan bahwa keadilan akhirnya mulai terwujud.
“Ini adalah hari besar yang telah lama kami nantikan. Kami berharap polisi yang terlibat dalam pembunuhan ilegal ini juga ditangkap dan diadili,” ujar Delos Santos.
Di sisi lain, pemerintah Filipina belum memberikan detail mengenai lokasi penahanan Duterte atau jadwal ekstradisinya ke Den Haag, Belanda, tempat ICC berkantor pusat.

Latar Belakang Kasus Duterte: Perang Narkoba dan Investigasi ICC
Sejak menjabat sebagai Walikota Davao pada 2011 hingga menjadi Presiden Filipina hingga 2019, Duterte melancarkan kebijakan tindakan keras terhadap narkoba yang menyebabkan ribuan kematian. Filipina kemudian menarik diri dari Statuta Roma ICC pada 2019, yang menurut aktivis hak asasi manusia merupakan strategi Duterte untuk menghindari pertanggungjawaban hukum.
Namun, pada 2023, hakim banding ICC memutuskan penyelidikan harus dilanjutkan, setelah menolak keberatan dari pemerintahan Duterte. ICC memiliki wewenang untuk mengadili kejahatan internasional ketika negara tidak mau atau tidak mampu mengadili pelaku kejahatan perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Akankah Duterte Diekstradisi ke ICC?
Saat ini, Presiden Ferdinand Marcos Jr., yang menggantikan Duterte sejak 2022, masih menolak Filipina bergabung kembali dengan ICC. Namun, pemerintahannya menyatakan bersedia bekerja sama jika ICC mengajukan permintaan Red Notice melalui Interpol untuk menahan Duterte.
Dengan penangkapan ini, dunia kini menanti langkah selanjutnya: akankah Duterte diekstradisi ke Den Haag, ataukah ada upaya hukum untuk mencegahnya menghadapi pengadilan internasional?
Tetap ikuti berita terbaru mengenai kasus ini dan perkembangan politik Filipina hanya di sini!