BEI Berlakukan Trading Halt di Tengah Tekanan Pasar
JAKARTA, Newsantara.co — Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan (trading halt) setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 5 persen pada sesi perdagangan Selasa (18/3) ini. Pada pukul 11.19 WIB, IHSG terjun bebas 325 poin atau 5,02 persen ke level 6.146,91.
Penurunan ini menambah tekanan sepanjang tahun berjalan, di mana IHSG sudah merosot lebih dari 13.persen dari posisi penutupan akhir 2024 di level 7.079,9. Saham-saham unggulan (blue chip) menjadi penyumbang utama pelemahan indeks.
Saham Bank Central Asia (BBCA) turun 3,2 persen, Bank Mandiri (BMRI) anjlok 5,98 persen, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) melemah 4,44 persen, dan Bank Negara Indonesia (BBNI) jatuh 5,08 persen. Selain itu, emiten lain seperti PANI, TPIA, dan BREN masing-masing terkoreksi hingga dua digit.
Menanggapi situasi tersebut, Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengonfirmasi pemberlakuan trading halt mulai pukul 11:19:31 WIB melalui sistem Jakarta Automated Trading System (JATS).
“Perdagangan akan dilanjutkan pada pukul 11:49:31 WIB tanpa perubahan jadwal,” jelas Kautsar dalam keterangan resmi.
Apa Itu Trading Halt di BEI?
Trading halt adalah penghentian sementara aktivitas perdagangan di bursa selama 30 menit. Kebijakan ini diterapkan apabila IHSG turun 5 persen dalam satu sesi perdagangan. Aturan ini mengacu pada Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 yang bertujuan menjaga stabilitas pasar di tengah tekanan ekstrem.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama BEI memperkenalkan mekanisme ini sejak Maret 2020 untuk memberikan waktu bagi investor dalam mengevaluasi situasi pasar dan mencegah kepanikan massal yang berpotensi memicu penurunan lebih dalam.
Tiga Faktor Utama Penekan IHSG
Arjun Ajwani, Research Analyst di Infovesta Kapital Advisori, mengidentifikasi tiga penyebab utama di balik anjloknya IHSG hari ini:
- Ketidakpastian Global dan Arus Keluar Dana Asing
Kekhawatiran mengenai perang dagang global dan aliran dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia menjadi faktor utama. Risiko tarif impor, pembatasan perdagangan, serta ketegangan geopolitik mendorong investor mencari aset yang lebih aman di luar negeri. - Pelemahan Ekonomi Domestik
Lemahnya perekonomian dalam negeri tercermin dari penurunan penerimaan pajak dan meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, kebijakan pembentukan holding BUMN media, Danantara, memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar karena dianggap dapat memengaruhi regulasi dan iklim bisnis. - Penurunan Harga Komoditas Global
Melemahnya harga komoditas utama seperti batu bara, CPO (minyak sawit mentah), dan nikel berdampak langsung pada pendapatan emiten sektor tambang dan perkebunan. Penurunan ini juga memengaruhi penerimaan negara dari ekspor dan royalti, menambah tekanan terhadap perekonomian nasional.
Felix Darmawan, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, menambahkan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di awal tahun ini meningkatkan risiko stabilitas fiskal. Ia memperingatkan potensi lonjakan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membiayai kembali utang (refinancing) yang dapat memperburuk situasi.
“Pelemahan ini memicu revisi turun (downgrade) IHSG oleh analis asing, yang mempercepat arus keluar modal (capital outflow),” ujar Felix kepada Bisnis Indonesia.
Rumor Sri Mulyani dan Sentimen Negatif Asing
Arwendy Rinaldi Moechtar, Head of Equity Trading Mitra Andalan Sekuritas, mengungkapkan bahwa rumor terkait posisi Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menjadi salah satu pemicu kekhawatiran investor asing.
“Asing percaya pada kinerja Sri Mulyani. Isu ini menjadi indikasi signifikan yang memengaruhi keputusan mereka menarik dana dari pasar,” jelas Arwendy kepada CNBC Indonesia.
Senada dengan itu, Andyka Pradana dari Jasa Utama Capital Sekuritas menilai pelemahan nilai tukar rupiah juga menjadi faktor yang menekan IHSG.
Kontras dengan Bursa Asia yang Menguat
Di tengah tekanan di pasar domestik, bursa saham utama di Asia justru bergerak positif. Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 1,32 persen, Hang Seng di Hong Kong melonjak 1,94 persen, dan Shanghai Composite menguat tipis 0,04 persen.
Lonjakan di bursa Hong Kong didorong oleh kenaikan saham BYD Co. setelah perusahaan ini memperkenalkan teknologi pengisian daya terbaru untuk kendaraan listrik. Sementara itu, Nikkei terdorong oleh peningkatan kepemilikan saham oleh Berkshire Hathaway Inc. di beberapa perusahaan dagang besar Jepang.
Nigel Peh, Manajer Portofolio di Timefolio Asset Management, memperingatkan bahwa konsumsi masyarakat yang lemah menjelang libur Idul Fitri di Indonesia menambah kekhawatiran pasar.
“Pengeluaran rumah tangga yang menurun dan tekanan deflasi membebani sentimen pasar,” ungkap Nigel kepada Bloomberg.
Kesimpulan
Dengan IHSG yang mengalami penurunan tajam dan pemberlakuan trading halt, pasar saham Indonesia tengah menghadapi tekanan berat dari faktor global maupun domestik. Ketidakpastian ekonomi, arus keluar modal asing, dan lemahnya harga komoditas menjadi tantangan besar bagi stabilitas pasar di kuartal pertama 2025.
Investor diharapkan mencermati perkembangan pasar secara hati-hati di tengah situasi yang dinamis ini. (Red.)