Laknat Allah kepada Pelaku Korupsi dan Rasuah

NEWSANTARA.CO — Terungkapnya kasus-kasus korupsi dengan kerugian negara yang mencapai ratusan triliun, cukup memprihatinkan. Kasus korupsi Pertamina Patra Niaga, misalnya yang hampir Rp 1000 triliun atau PT Timah yang hampir Rp 300 triliun, kedua contoh bagaimana tindakan korupsi seolah jadi larangan yang terabaikan, padahal agama melarang dan mengecamnya.

Indonesia sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia, sudah jelas dan tegas bahwa korupsi bukan hanya tindakan kejahatan tapi juga dosa besar. Namun belakangan banyak umat Islam khususnya, para pejabat negara yang muslim banyak mengabaikan larangan melakukan korupsi tersebut. Padahal kecaman Allah SWT sangat keras bagi pelaku korupsi dan pelaku suap.

Dalam buku ‘Larangan-Larangan yang Terabaikan,’ karangan Muhammad Sholeh Al Munajjid, mengomentari Syekh Abdul Aziz bin Baz, dijelaskan pelaku korupsi dan suap serta penerima suap dilaknat oleh Allah SWT. Sebagaimana qhodi atau hakim, atau aparat dan pejabat negara yang korupsi dan memberi suap demi untuk menghilangkan hak atau mendiamkan kebathilan adalah jarimah (pelanggaran).

Karena tindakan rasuah, korupsi dan suap itu dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam hukum, teraniayanya pihak yang benar, dan tersebarnya kebinasaan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

(ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقاً من أموال الناس بالإثم وأنتم تعلمون )

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. AlBaqarah: 188)

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda:

( لعن الله الراشي والمرتشي في الحكم )

“Allah melaknat pemberi dan penerima suap / sogokan dalam hukum.”

Kata Laknat disini diartikan benci, hilangnya keridhoan dan kasih Allah atas pelakunya. Adapun yang terjadi bila koruptor atau perasuah, karena terpaksa untuk mendapatkan hak atau menghindari kezholiman yang tidak mungkin dihindari kecuali dengan cara memberi suap, maka tidak termasuk dalam ancaman itu. Korupsi dan suap-menyuap yang ini sudah tersebar luas, seolah jadi kelaziman. Sebagaimana kasus mega korupsi tata kelola BBM dan Timah yang merugikan negara ratusan triliun.

Maka apabila seorang pejabat atau aparat hukum memiliki sumber pemasukan yang lebih besar dari gaji yang harusnya ia terima patut menjadi kewaspadaan. Bahkan ketika telah menjadi aktiva dalam neraca sebagian perusahaan yang dibungkus dengan nama-nama yang tertutup. Dan banyak transaksi-transaksi yang tidak jelas.

Dimana semua itu bisa mengakibatkan orang-orang semakin fakir. Membuat dan merusak nama baik negara atau perusahaan, dan pelayanan yang baik tidak diberikan kecuali kepada orang yang membayar. Kemudian pelayanan buruk atau tak dilayani bagi yang tidak membayar dan tidak diperhatikan, sedangkan orang yang memberi suap yang datang setelahnya sudah terlebih dahulu selesai.

Akibat korupsi dan suap-menyuap ini adalah harta harta yang merupakan milik pemilik perusahaan dan negara, untuk hajat orang banyak. Namun uang itu masuk ke pihak tertentu yang berkuasa. Oleh karena itu maka tidak heran kalau Nabi SAW berdo’a atas orang-orang yang bersekutu dalam kasus pelanggaran ini, dan pihak-pihak yang punya andil di dalamnya, semoga Allah menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. (Red.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *