NEWSANTARA.CO — Matahari pagi baru saja menyingsing ketika pesawat kecil berbaling-baling turun dari ketinggian. Di bawah muka landasan, hamparan biru laut Hindia yang tak berujung mulai terlihat jelas, dihiasi oleh gugusan pulau-pulau kecil yang seperti permata yang terserak. Inilah Kepulauan Cocos (Keeling), sebuah surga tersembunyi di selatan Indonesia, milik Australia, yang jarang tersentuh oleh keramaian dunia.
Begitu kaki menapak di Bandara Pulau West Island, udara segar langsung menyambut. Aroma laut yang asin bercampur dengan semilir angin yang membawa keharuman bunga-bunga tropis. Pulau ini, meskipun kecil, menyimpan keindahan alam yang luar biasa. Pasir putihnya halus seperti tepung, air lautnya jernih kebiruan, dan pepohonan kelapa yang menjulang tinggi seakan melambai-lambai memanggil para pendatang.

Bagi pengunjung yang datang ke gugusan pulau ini mereka bisa menginap di Home Island, pulau yang dihuni oleh komunitas Melayu-Muslim. Begitu tiba, suasana Ramadan yang kental langsung terasa. Meskipun jarak gugusan pulau ini jauh dari daratan Australia, tradisi dan budaya Melayu tetap hidup dan terjaga di sini. Suara azan maghrib berkumandang dari masjid kecil di tengah kampung, mengiringi langit yang berubah warna menjadi jingga keemasan.

Malam pertama menginap kita akan diundang untuk berbuka puasa bersama keluarga lokal. Meja makan dipenuhi dengan hidangan khas Ramadan: ketupat, rendang, sambal goreng, dan aneka kue tradisional seperti dodol, kueh dan panganan yang tak asing bagi lidah orang Indonesia.
Suasana hangat dan penuh keakraban. Anak-anak kecil berlarian dengan riang, sementara para orang tua bercerita tentang kehidupan nenek moyang mereka di pulau ini. Mereka bercerita tentang bagaimana mereka menjaga tradisi leluhur meskipun hidup di tengah lautan yang luas.

Keesokan harinya, pengunjung bisa menjelajahi pulau dengan sepeda. Setiap sudut Pulau Cocos seolah memiliki cerita sendiri. Di Pantai Direction Island, pengunjung bisa menemukan “The Rip,” sebuah spot snorkeling yang menakjubkan. Di bawah permukaan air, terumbu karang yang masih perawan menjadi rumah bagi ribuan ikan berwarna-warni. Sesekali, penyu hijau melintas dengan tenang, seakan mengajak saya untuk menyelami lebih dalam keindahan bawah laut ini.
Sore hari, kita bisa menghabiskan waktu duduk di tepi pantai sambil menikmati pemandangan. Hingga jelang berbuka dengan secangkir teh hangat. Melihat perubahan langit yang mulai berubah warna, dari biru cerah menjadi jingga, lalu ungu. Suara ombak yang berdebur pelan seakan menjadi musik pengiring yang sempurna.

Di kejauhan, perahu nelayan tradisional melintas perlahan, membawa pulang hasil tangkapan mereka. Ini adalah momen yang membuat kita merenung: betapa alam dan manusia bisa hidup harmonis, saling melengkapi.

Bila kita menghabiskan hingga malam terakhir Ramadan di Cocos akan bertepatan dengan malam Idul Fitri. Suasana semakin meriah. Masjid dihiasi dengan lampu-lampu warna-warni, dan seluruh kampung berkumpul untuk salat Id bersama. Suara takbir menggema, mengisi udara malam yang sejuk.

Setelah salat, semua orang saling bermaafan, berpelukan, dan berbagi kebahagiaan. Bagi traveler Indonesia yang merasa rindu dengan suasana lebaran di kampung halaman, sangat beruntung. Suasana ini bisa menjadi bagian dari momen melepas kerinduan, merasakan kehangatan dan keramahan penduduk lokal.

Pulau Cocos bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah tempat di mana keindahan alam dan kekayaan budaya bertemu, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan. Di sini, kita bisa belajar bahwa keindahan tidak hanya bisa dilihat, tetapi juga dirasakan melalui setiap hembusan angin, setiap deburan ombak, dan setiap senyum tulus dari penduduknya.

Ketika pesawat selanjutnya tiba, itu adalah masa kita untuk meninggalkan pulau ini. Menoleh ke belakang, perjalanan melihat gugusan pulau indah dengan tradisi Melayu di Tanah Australia. Dengan boarding dan take off-nya pesawat yang perlahan terbang menghilang di balik awan. Namun, kenangan tentang keindahan alam dan keramahan penduduknya akan selalu tersimpan di hati. Pulau Cocos, sebuah surga kecil di tengah lautan, telah menyentuh jiwa saya dengan cara yang tak terduga. (Red.)