DEIR AL-BALAH, Newsantara.co – Warga Palestina di Gaza memperingati Idulfitri dengan duka mendalam. Tanpa pesta, tanpa pakaian baru, dan tanpa makanan yang cukup, perayaan yang seharusnya penuh kebahagiaan berubah menjadi momen kepedihan akibat perang yang tak kunjung usai. Serangan Israel semalam menewaskan sedikitnya 19 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, menurut laporan pejabat kesehatan setempat.
Shalat Id dilaksanakan di atas reruntuhan masjid yang hancur. Seharusnya, hari ini adalah saat keluarga berkumpul, berbagi hidangan lezat, dan memakai baju terbaik. Namun, bagi 2,3 juta warga Gaza yang terjebak dalam konflik, bertahan hidup adalah satu-satunya prioritas.

“Ini Idulfitri yang paling menyedihkan,” ujar Adel al-Shaer, suaranya bergetar. “Kami kehilangan orang-orang tercinta, anak-anak, bahkan masa depan. Sekolah hancur, rumah rata dengan tanah. Apa lagi yang tersisa?“
Dua puluh anggota keluarganya tewas dalam serangan Israel, termasuk empat keponakannya yang masih belia. Air matanya tak terbendung saat mengenang mereka.
Perang Berkepanjangan, Bantuan Terhambat
Israel kembali melancarkan serangan setelah gencatan senjata dengan Hamas gagal awal bulan ini. Blokade ketat telah memutus pasokan makanan, bahan bakar, dan bantuan kemanusiaan selama sebulan terakhir.
“Pembunuhan, pengungsian, kelaparan—semua terjadi sekaligus,” kata Saed al-Kourd, seorang jamaah. “Kami berusaha membahagiakan anak-anak, tapi mana mungkin? Tak ada kegembiraan di Idulfitri ini.”

Upaya Gencatan Senjata dan Sikap Netanyahu
Mediator dari Mesir dan Qatar mengajukan proposal gencatan senjata baru, sementara Israel mengklaim telah menyusun rencana sendiri dengan dukungan AS. Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa perang akan terus berlanjut hingga Hamas menyerah.
“Hamas harus melucuti senjata. Para pemimpinnya harus pergi. Kami akan mengamankan Gaza dan memungkinkan rencana Trump terlaksana,” tegas Netanyahu.
Rencana mantan Presiden AS Donald Trump—yang mengusung relokasi warga Gaza ke negara lain—ditentang keras oleh rakyat Palestina. Mereka menolak meninggalkan tanah air, sementara pakar HAM menilai langkah itu melanggar hukum internasional.
Korban Jiwa Terus Berjatuhan
Serangan terbaru Israel di Khan Younis menewaskan 16 orang, termasuk sembilan anak-anak dan tiga perempuan. Dua gadis kecil ditemukan mengenakan pakaian baru—mungkin persiapan Idulfitri yang tak sempat mereka rayakan.
Di Deir al-Balah, tiga warga sipil tewas dalam serangan malam sebelumnya. Sementara itu, rudal Houthi dari Yaman kembali mengancam Israel, meski berhasil dicegat tanpa korban.
Ancaman Ekspansi Israel di Tepi Barat
Di tengah konflik, pemerintah Netanyahu menyetujui proyek jalan baru di Tepi Barat yang dikhawatirkan mempermudah aneksasi wilayah strategis di sekitar Yerusalem. Kritikus menuding langkah ini semakin mempersulit solusi dua negara.
“Ini bukan sekadar jalan, tapi upaya sistematis untuk menguasai tanah Palestina,” kecam Hagit Ofran dari Peace Now.

Gaza di Ambang Kehancuran Total
Lebih dari 50.000 warga Palestina tewas sejak perang dimulai Oktober 2023. Israel mengklaim 20.000 di antaranya adalah militan, meski tanpa bukti rinci. Sementara itu, 90% penduduk Gaza mengungsi, infrastruktur hancur, dan kelaparan meluas.
Hari ini, Gaza tak mengenal tawa anak-anak, tak ada hidangan istimewa—hanya kesedihan yang tak berkesudahan. Idulfitri tahun ini bukanlah perayaan, melainkan pengingat betapa perang telah merenggut segalanya. (Red.)