WASHINGTON, Newsantara.co – Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor produk Tiongkok menjadi 145%, memperketat tekanan ekonomi terhadap Beijing. Kebijakan ini berlaku efektif sejak Kamis (10/4) dan mencakup berbagai barang, kecuali beberapa komoditas strategis seperti baja, aluminium, dan kendaraan bermotor yang sudah dikenakan tarif terpisah.
Gedung Putih menyatakan, langkah ini diambil sebagai respons atas dugaan keterlibatan Tiongkok dalam rantai pasokan fentanyl serta praktik perdagangan tidak adil. “Kebijakan ini penting untuk melindungi kepentingan ekonomi AS,” tegas juru bicara Gedung Putih.
Namun, kenaikan tarif ini memicu ketegangan baru dalam hubungan dagang kedua negara. Sebagai balasan, pemerintah Tiongkok melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengeluarkan peringatan perjalanan untuk warganya yang hendak berkunjung ke AS. Peringatan tersebut menyoroti risiko keamanan dan ketidakstabilan hubungan bilateral.
Eskalasi Perang Dagang yang Kian Memanas
Kebijakan Trump ini merupakan kelanjutan dari perang dagang AS-Tiongkok yang belum menemui titik terang. Selain menaikkan tarif, AS juga memberlakukan pembatasan ekspor teknologi ke Tiongkok, sementara Beijing membalas dengan mengenakan tarif 50% pada impor produk AS.
Analis memperingatkan, kebijakan proteksionis ini dapat mengganggu rantai pasok global dan berdampak pada harga konsumen di kedua negara. Pasar saham dunia pun mulai merespons dengan fluktuasi akibat ketidakpastian ini.
Dampak pada Pelajar dan Wisatawan
Tiongkok secara khusus mengimbau pelajar dan wisatawan untuk mempertimbangkan kembali rencana ke AS akibat kekhawatiran diskriminasi dan keamanan. “Kami mendorong warga Tiongkok untuk waspada dan memeriksa situasi terkini sebelum bepergian,” bunyi pernyataan resmi pemerintah Beijing.
Langkah ini memperlihatkan bahwa ketegangan AS-Tiongkok tidak hanya terjadi di bidang ekonomi, tetapi juga merambah ke aspek sosial dan pendidikan. Para pengamat memperkirakan, jika situasi tidak mereda, kedua negara bisa menerapkan sanksi lebih luas dalam beberapa bulan mendatang. (Red.)