Studi Ungkap 5 Masalah Kritis & Solusinya”
JAKARTA, 20 Mei 2025 – Skema kredit karbon hutan yang dipromosikan maskapai penerbangan dan korporasi sebagai solusi iklim ternyata menuai kritik tajam. Riset terbaru Boston University (BU) dan Clean Air Task Force membongkar 5 kelemahan fatal sistem ini, sekaligus menawarkan solusi perbaikan.
Penelitian terbaru dari Boston University dan Clean Air Task Force mengungkap kelemahan serius dalam sistem kredit karbon hutan. Studi ini menemukan bahwa 90% kredit karbon yang beredar tidak memberikan dampak signifikan bagi lingkungan.
“Banyak kredit yang dijual ternyata tidak memenuhi standar. Sistem saat ini memiliki celah besar dalam manajemen risiko dan transparansi,” papar Prof. Lucy Hutyra, peneliti utama dalam riset kredit karbon ini, dalam artikel yang terbit di Phys.org, Jumat (16/5/2025) lalu.
Fakta Kritis yang Terungkap
- 90% Kredit Tidak Berkualitas
Analisis terhadap 20 protokol kredit karbon di Amerika Utara menunjukkan skor efektivitas “sangat lemah hingga memuaskan”. Padahal, industri ini bernilai miliaran dolar AS.
“Banyak kredit yang dijual ternyata meragukan,” tegas Prof. Lucy Hutyra (BU), salah satu peneliti utama. - Manajemen Risiko Ambruk
Sistem saat ini gagal antisipasi kebakaran hutan, penyakit pohon, atau deforestasi di lokasi lain (“kebocoran karbon”). Contoh: Pelestarian hutan di Kalimantan tak bisa mencegah alih fungsi lahan di Sumatra. - Zona Penyangga Tidak Memadai
Cadangan lahan untuk mitigasi kerusakan terlalu kecil dan tidak spesifik lokasi. Padahal, risiko kebakaran di California Utara dan Selatan bisa sangat berbeda.
5 Rekomendasi Perbaikan
Tim peneliti mengajukan solusi konkret:
- Perluasan zona penyangga dengan peta risiko berbasis AI.
- Audit ketat setiap 5 tahun oleh lembaga independen.
- Penghitungan kebocoran karbon tingkat global.
- Insentif finansial untuk pemilik lahan yang verifiabel.
- Transparansi pasar melalui blockchain.
Mengapa Ini Penting?
- Industri penerbangan menyumbang 2,5% emisi global – lebih besar dari Jerman.
- Hutan menyerap 50% emisi CO2 manusia, tapi 10 juta hektare hilang tiap tahun (data FAO).
Kata Pakar:
“Sistem saat ini ibarat ban kempes yang terus ditambal. Kami tidak menganjurkan penghapusan, tapi pembenahan mendasar,” jelas Rebecca Sanders-DeMott (Clean Air Task Force), ko-penulis studi.