Sritex Korupsi Dana Bantuan untuk Selamatkan Puluhan Ribu Karyawan
JAKARTA, Newsantara.co – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil yang pernah dipuji mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kebanggaan industri nasional, kini terjerat skandal korupsi kredit senilai Rp3,58 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka, sementara pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto berupaya menyelamatkan operasional perusahaan untuk melindungi lebih dari 20.000 karyawan dari ancaman PHK.
Penyalahgunaan Kredit dan Penetapan Tersangka
Kejagung mengungkap bahwa kredit dari sejumlah bank pemerintah—termasuk Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng—diduga diselewengkan oleh manajemen Sritex. Tiga tersangka yang ditetapkan adalah:
- Iwan Setiawan Lukminto (Komisaris Utama Sritex),
- Zainuddin Mapa (Dirut Bank DKI 2020),
- Dicky Syahbandinata (Pimpinan Divisi Komersial Bank BJB 2020).
Mereka dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
“Kerugian negara mencapai Rp3,58 triliun, termasuk dari sindikasi bank seperti BNI, BRI, dan LPEI,” jelas Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, dalam konferensi pers, Rabu (21/5/2025).
Utang Menumpuk dan Kepailitan
Sritex, yang sempat mendukung pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, tercatat memiliki utang hingga Rp25 triliun. Pengadilan Niaga Semarang akhirnya menyatakan perusahaan pailit, meski pemerintah melalui empat kementerian—Perindustrian, Keuangan, BUMN, dan Tenaga Kerja—telah berupaya menyelamatkannya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, langkah darurat diambil untuk memastikan operasional terus berjalan. “Prioritas kami adalah melindungi pekerja dari PHK,” ujarnya.
Dukungan untuk Langkah Prabowo
Kebijakan cepat Prabowo mendapat apresiasi dari serikat pekerja. “Keputusan ini menyelamatkan 20.000 karyawan dan dampaknya dirasakan lebih dari 100.000 keluarga,” kata perwakilan serikat.
Warisan Masalah dan Kompleksitas Industri
Kasus Sritex mencerminkan tantangan industri tekstil nasional di tengah persaingan global. Meski pernah menjadi simbol kebanggaan di era Jokowi, perusahaan ini kini menjadi contoh bagaimana intervensi kebijakan dan penyalahgunaan kepercayaan dapat berujung pada krisis. (Red.)