Sinema di Garis Depan: Merajut Memori dan Kesadaran Sosial di Perbatasan

PUTUSSIBAU, Newsantara.co– Pendekatan berbasis seni dan budaya seharusnya tidak lagi dipandang sekadar pelengkap, melainkan sebagai alat utama pembangunan sosial di wilayah terpinggirkan. Sebagaimana dikatakan sutradara Ken Loach, “Seni bukan cermin untuk memantulkan realitas, tapi palu untuk membentuknya.”

Mengapa Sinema Efektif Mengangkat Isu Sosial?

Sinema bukan hanya hiburan. Ia adalah medium penyampai pesan melalui narasi, visual, dan emosi yang mampu melampaui batas usia, bahasa, dan latar pendidikan. Teori Narrative Transportation oleh Melanie Green dan Timothy Brock menyatakan bahwa ketika seseorang larut dalam cerita, ia lebih terbuka terhadap perspektif baru dan pesan moral di dalamnya. Dengan film, penonton dapat memahami isu sosial secara lebih empatik.

Pendekatan sinema ini terbukti efektif di wilayah perbatasan, di mana metode konvensional seperti seminar sering gagal menyampaikan pesan edukatif.

Ketika masyarakat melihat tokoh, tempat, dan konflik yang akrab di layar, keterikatan emosional terbangun, mendorong pemikiran kritis dan tindakan nyata.

Sinema Gerak Perbatasan di PLBN Badau

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau menjadi tuan rumah acara Sinema Gerak Perbatasan, digagas Putussibau Art Community pada 25 Mei 2025. Kegiatan ini memadukan sinema dan edukasi untuk menyampaikan pesan penting, terutama kepada pelajar di Kecamatan Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Kolaborasi dengan Pemuda: Energi dan Kreativitas sebagai Kunci

Pemuda adalah agen perubahan dengan dua keunggulan: penguasaan teknologi digital dan kedekatan dengan budaya populer. Melibatkan mereka dalam kampanye sosial melalui pembuatan film pendek atau pertunjukan seni bukan sekadar strategi partisipatif, tapi juga bentuk pemberdayaan.

Ketua Putussibau Art Community, Agustinus Surya Indrawan, menjelaskan acara terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama (10.00-12.00 WIB) menampilkan pemutaran film Through The Screen tentang pencegahan perdagangan manusia, dilanjutkan diskusi bersama narasumber dari Imigrasi, Ikhsan Danandewa, dan Kasubid Pengembangan Kawasan PLBN Badau, Seto Nurdiantoro.

Diskusi ini menjadi ruang penting untuk mensosialisasikan tindak pidana perdagangan orang kepada pelajar,” ujar Agustinus.

Sesi kedua (19.00 WIB) diadakan di halaman Monumen Pancasila, Zona Penunjang PLBN Badau, dengan pemutaran film thriller berlatar komunitas Dayak Kalimantan. Film ini juga menampilkan PLBN Badau sebagai salah satu lokasi syuting, menarik minat masyarakat sekitar.

Puluhan pelajar SMA/SMK Badau hadir dengan antusias. “Saya puas dengan materi diskusi dan pesan filmnya. Semoga acara seperti ini sering diadakan,” kata Rafi, siswa SMA Negeri 1 Badau.

Dukungan dan Harapan ke Depan

Kegiatan ini merupakan kolaborasi Putussibau Art Community, Pengelola PLBN Badau, Kementerian Kebudayaan RI, Dana Indonesiana, dan LPDP, bertujuan meningkatkan kesadaran sosial masyarakat perbatasan melalui sinema.

Kepala PLBN Badau, Wendel Fanu, melalui Seto Nurdiantoro, mengapresiasi semua pihak dan menekankan pentingnya metode kreatif untuk edukasi. “Dengan sinema dan diskusi, partisipasi masyarakat diharapkan meningkat, sehingga mereka lebih memahami realitas perbatasan,” jelas Seto.

PLBN Badau juga menyediakan fasilitas seperti kios, foodcourt, taman, dan aula serbaguna untuk kegiatan sosial-budaya. “Kami terbuka bagi komunitas yang ingin memanfaatkan fasilitas ini untuk kegiatan bermanfaat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *