KASN Memutuskan Ada 863 ASN Tak Netral di Pilkada. Mereka akan Mendapatkan Rekomendasi Sanksi
JAKARTA, Newsantara.co — Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) memaparkan hasil laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait 1252 ASN yang dilaporkan tidak netral selama penyelenggaraan pilkada serentak kemarin. Setelah melalui verifikasi yang lebih cepat, KASN memutuskan 863 ASN diputuskan melanggar dan mendapat rekomendasi KASN.
Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto mengatakan pihaknya telah melakukan verifikasi atas data laporan dari Bawaslu terkait 1252 ASN yang dilaporkan tidak netral. Hasil verifikasi KASN 68,9 persen dari yang dilaporkan atau sebanyak 863 ASN diketahui memang melanggar prinsip netralitas ASN selama pilkada serentak kemarin.
Selanjutnya 863 ASN ini akan mendapat rekomendasi dari KASN untuk ditindaklanjuti. “Dari situ 605 sudah ditindaklanjuti oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan penjatuhan sanksi, yang terdiri dari sanksi ringan, sedang dan berat,” kata dia kepada wartawan, Rabu (16/12).
Tasdik juga memaparkan ada lima paling banyak pelanggaran dilakukan oleh ASN di daerah selama pilkada serentak lalu. Pertama oknum ASN secara terang-terangan ikut berkampanye atau sosialisasi calon kepala daerah tertentu di media sosial. “Untuk pelanggaran pertama ini jumlahnya cukup signifikan 27,9 persen,” katanya.
Kedua oknum ASN mengadakan kegiatan dinas yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu pasangan bakal calon atau calon kepala daerah, sebanyak 19,6 persen. Ketiga Berfoto bersama dalam satu momen bersama pasangan bakal calon atau calon kepala daerah, dengan mengikuti simbol atau menggunakan atribut pasangan calon, sebanyak 11,3 persen.
Pelanggaran keempat, oknum ASN menghadiri deklarasi pasangan bakal calon atau calon kepala daerah peserta pilkada serentak, sebanyaj 9,5 persen. Dan Kelima oknum ASN melakukan pendekatan ke partai politik pengusung dan pendukung, terkait pencalonan dirinya atau calon tertentu sebagai bakal calon atau calon kepala daerah, sebanyak 9,1 persen.
“Ini adalah lima pelanggaran terbanyak yang ditemukan KASN dari hasil laporan Bawaslu kemarin,” ujar Tasdik.
Sedangkan, lanjut dia, jenis jabatan oknum ASN yang paling banyak melanggar adalah, diantaranya pejabat fungsional 26,8 persen. Kemudian Jabatan Pimpinan Tinggi sebanyak 20 persen, Jabatan pelaksaba sebanyak 15,8 persen. Administrator 12,9 persen dan Kepala Wilayah (Kanwil), termasuk Camat dan Lurah sebanyak 10,8 persen.
Kemudian, ia juga memaparkan dari daerah yang menggelar pilkada serentak 9 Desember lalu, ada 10 Kabupaten dimana ada oknum ASN-nya yang melanggar netralitas. Terbanyak terjadi di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dimana 57 oknum ASN terbukti tidak netral, disusul Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dimana 35 oknum ASN ditemukan tidak netral.
Selanjutnya Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara sebanyak 33 oknum ASN diputuskan tidak netral. Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara sebanyak 30 oknum ASN didapati tidak netral. Kabupaten Bima, NTB sebanyak 28 oknum ASN ditemukan tidak netral. Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara sebanyak 22 ASN tidak netral.
Kemudian ditemukan juga di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara sebanyak 22 oknum ASN didapati tidak netral. Di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara didapati 21 oknum ASN tidak netral. Di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat didapati 21 ASN tidak netral. Dan di Kabupaten Lampung Selatan didapati 20 oknum ASN tidak netral.
Tasdik merinci apabila ASN dijatuhi hukuman ringan dengan mendapatkan surat peringatan, bila sanksi sedang AS tersebut bisa ditangguhkan kenaikan jabatan atau pangkatnya hingga stau tahun kedepan, dan bila berat bisa diberhentikan.
“Bisa saja dikembalikan untuk dilengkapi Bawaslu atau bisa juga langsung keluar rekomendasi sanksi untuk diteruskan,” ungkapnya.
Terkait pelanggaran ASN itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengakui banyak kalangan aparatur sipil negara (ASN) yang masih ‘gagal paham’ atau salah paradigma dalam memahami prinsip netralitas ASN. Situasi dilematis menjadi dalih ASN.
Menurut dia, kalangan ASN tersebut selalu berdalih bahwa posisi ASN dilematis dalam menjaga netralitas pada ajang pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, maupun pemilihan presiden. “Mereka selalu berdalih posisi ASN dilematis. Maju kena, mundur kena, netral pun kena,” ujar Tjahjo.
Sebelumnya Bawaslu sudah melaporkan sebanyak 1.000 lebih kasus ASN tak netral selama pemilihan kepala daerah Pilkada 2020. Laporan sudah diberikan kepada KASN.
“Untuk kasus yang sudah divonis mayoritas adalah kasus keterlibatan kepala desa yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” ujar Ketua Bawaslu Abhan lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/12).
Pemberian sanksi kepada ASN, kata Abhan, merupakan kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk itu, Bawaslu dan KASN meminta PPK dapat mengeksekusi laporan tersebut.
“Kita mendorong agar PPK bersama kepemimpinan di kepegawaian segera mengeksekusi atas rekomendasi dari KASN kalau ada sanksinya berat ya harus segera,” ujar Abhan.
Pelanggaran pidana pemilihan yang sudah proses dan sudah divonis kurang lebih sekira 20 kasus. Ia mengungkapkan masih ada kasus lagi yang proses hukumnya yang masih berjalan.
“Pelanggaran pilkada cukup banyak. Jumlah pasti enggak hapal, sekitar 22 (kasus pelanggaran) sudah proses pidana, yang lain masih proses,” ujar Abhan.