Kitab Kedaulatan. Dari Peradaban Sampah Menuju Peradaban Rempah

Kitab Kedaulatan.
Dari Peradaban Sampah Menuju Peradaban Rempah
Terminologi “Negara”, selalu merujuk pada kedaulatan. Tak dapat ditawar-tawar. Sebab, eksistensi suatu negara berarti sejalan dengan eksistensi kedaulatannya.

Kendati demikian, negara yang telah berujud kerapkali kedaulatannya “tergerus”,bahkan nyaris hilang. Kedaulatan suatu negara, sangat banyak varian penopangnya. Sebagai contohnya, 1). Jati diri Bangsa, 2). Perekonomiannya, 3). dan Politiknya.

Tiga varian itu, Menurut Soekarno sebagai Tri-Sakti. Tiga unsur yang turut serta mengkonstruksi kedaulatan suatu Negara. Dalam konteks ini, ia mendorong Indonesia ke ruang itu. Mensejajarkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Jika saja tiga jurus itu tak ditemukan, maka sama hal nya kedaulatan absen dari negara. Dan negara itu menjadi semu bahkan tak ada lagi negara.

Dalam historiografinya,Indonesia sebagai bangsa memiliki peta jalan merumuskan kekuatannuya di mata dunia. Dengan “gemah ripah loh Jinawi” maka dunia sungguh menemukan bahwa Nusantara sebagai sorga rempah dan keragaman hayati.

Itu sebabnya, negara-negara dunia begitu menginginkan Indonesia untuk dikoloni. Menjadi ladang kemakmuran bagi bangsa dan negaranya. Maka, menepilah para negara-negara di sebagian Eropa-Asia (Jepang) untuk mengkoloni.

Sebagai bangsa yang memiliki nyaris semua yang ada di bumi, Indonesia kini diterpa persoalan yang mendasar. Persoalan kedaulatan akan dirinya. Dengan semua yang ada, Indonesia menjadi negara yang salah urus.

Kita menemukan beberapa contoh mengenai hal itu. 1). Utang luar negeri. Jalan ini ditempuh untuk merealisasi berjalanya kehidupan bernegara. Dengannya, sudah dapat dipastikan Indonesia akan didikte. Dari roadmap hingga proses pencapaian keputusan.

2). Konservatisme-Fundamentalisme. Hal ini menjadi jalan beragama. Sekaligus menjadi pintu interaksi simbolik. Interaksi yang tak menggapai substansi. Hal tersebut mengakibatkan gejolak sosial yang menepikan kebhinekaan dan keragaman sosial kebudayaan. Sehingga, kerapkali menjadi sumbu pemdek konflik.

3). Neoliberalisme. Jalan ini ditempuh untuk menstabilkan perekonomian. Padahal, secara mendasar sangat bertolak dengan konsep “berdikari” dalam ekonomi. Basis ekonometrik menjadi ruang perekonomian. Dalam implementasinya, pencabutam subsidi, privatisasi sektor hajat hidup orang banyak menjadi indikasi bahwa jalan ini telah diimani.

Negara yang salah urus dan para “elitnya” buta sejarah . Saat ini, kita masih menunggu kapan ajal bangsa ini hadir menghampiri.

Oleh: Bustanul Iman
Peneliti di Forum Literasi Island Book.

 
NaraHubung Belanja Buku:
Adari Baduy: (085694382784)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *