Sarjana Urang Kuningan

Sarjana Urang Kuningan

By: Ketua Sarukun Muhammad Fauzan Ash Shidiq

Jakarta, Newsantara – Sebagai epicentrum penyebaran wabah Covid 19 atau Corona, Jakarta juga merupakan pilihan bagi sebagian besar warga Kuningan untuk merantau. Hingga di Ibu kota negara itu, Kuningan dikenal dengan pedagang nasi, bubur, rokok dan indomie.

Beberapa waktu lalu, untuk mencegah wabah Corona agar tidak terjangkit di Kuningan, Bupati mengeluarkan surat himbauan yang salah satunya berbunyi agar warga perantau tidak melakukan mudik ke Kuningan. Tentunya hal tersebut mendapat tanggapan positif dan negative.

Dalam hal ini, Sarjana Urang Kuningan (Sarukun) yang notebene sebagian besar anggotanya juga adalah perantau, turut mengapresiasi dengan sikap Bupati Kuningan yang melakukan pencegahan, bahkan sudah menganggarkan milyaran rupiah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk tidak terjadi di Kuningan.

Seperti diinformasikan oleh pemerintah melalui kementrian kesehatan, hampir sebagian besar pasien terinfeksi Corona Virus tidak menimbulkan gejala yang berat. Sehingga, banyak penularan yang tidak disengaja. Untuk itu, himbauan pemerintah dengan tidak mudik, melakukan sosial distancing, E-learning dan beberapa menerapkan lockdown regional adalah cara pemerintah untuk memutus rantai penularan covid 19 yang semakin membandel.

Namun Sarukun juga meminta khususnya kepada pemerintah daerah Kuningan, agar lebih peka dan lebih aktif dalam mengenali warganya yang memilih pulang kampung. Sebagai mayoritas pedagang, ditengah situasi yang mencekam di Jakarta, mohon jangan disalahkan ketika mereka memilih pulang kampung, karena ladang penghasilan mereka tidak ada bahkan di Ibukota, bahan makanan sedikit sulit didapatkan.

Perantau asal Kuningan di Jakarta itu dominasi oleh pedagang. Ketika di jkt dibatasi ruang gerak dan dilarang aktifitas k luar rumah, org Kuningan yg berdagang tentunya tidak ada pemasukan. Terlebih mereka terkadang hanya singgah di gerobak warung roko, jika mereka dilarang mudik dan dibiarkan kelaparan dgn tidur seadanya di dalam gerobak rokok?

Saya rasa ini harus ada antisifasi antar stakeholder dan koordinasi yg matang, Untuk itu, harapannya dalam mencegah penularan, kepada warga pemudik diharapkan mengikuti protokol keamanan yang dianjurkan, yaitu melapor ke puskes atau pemerintahan desa dengan mengecek kesehatan serta melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Adapun pemerintah, melalui tim tanggap cepatnya juga harus hyper aktif dalam memantau para perantau yang memilih pulang kampung.

Salah satu yang sudah melakukan cepat tanggap adalah Kota tegal, Provinsi Jateng. Mereka memilih opsi lockdown lalu menganggarkan 2 milyar untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya yang dirasa kurang mampu.

Mencontoh tegal, dengan anggaran 12 Milyar yang infonya sudah dianggarkan oleh pemkab Kuningan, sebaiknya anggaran tersebut digunakan se-efektif mungkin. Selama hasilnya efektif, maka demi kesejahteraan masyarakat tidak perlu berbicara masalah efisiensi penggunaan anggarannya.

Dalam penggunaan anggaran tersebut, sebaiknya Pemkab kuningan lebih berkonsentrasi dalam memenuhi kebutuhan prinsipil tenaga medis seperti APD, alat rapid test. Lalu persiapan kebutuhan pangan masyarakat terdampak, jangan sampai terjadi kekurangan pangan di Kuningan.

Adapun rencana penggunaan RS Ibu dan Anak didaerah Ciharendong, yang konon katanya merogoh kocek cukup banyak dalam bentuk sewa/beli gedung tersebut, bisa dirubah dengan menggunakan GOR EWANGGA untuk dirubah menjadi tempat isolasi ataupun mengaktifkan RS yang berada dipalutungan atau menggunakan Wisma yang berada di belakang Stadion jika terjadi lonjakan pasien. Selain tidak banyak bersinggungan dengan warga sekitar, hal itu juga dapat menghemat anggaran daripada menyewa/membeli gedung baru, yang harus dilakukan maintenanance dan biaya lain-lainnya. Anggaran itu bisa dialokasikan untuk kebutuhan mendesak lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *