JAKARTA, Newsantara.co – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok revisi tarif royalti mineral dan batu bara (minerba).
Dalam konsultasi publik yang digelar Sabtu (8/3), pemerintah mengusulkan kenaikan tarif royalti untuk beberapa komoditas utama, seperti nikel, tembaga, dan emas. Selain itu, ada penyesuaian tarif royalti serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk batu bara.
Detail Kenaikan Tarif Royalti Batu Bara dan Mineral. Berikut adalah rincian perubahan tarif yang diusulkan pemerintah:
- Tarif Royalti Batu Bara Naik
Kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200-5.200.
Jika Harga Batubara Acuan (HBA) ≥ 90 dolar AS per ton, tarif royalti naik +1% menjadi 9 persen dan 11,5 persen.
Kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
Batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200-5.200
Jika HBA ≥ 90 dolar AS per ton, tarif royalti naik +1 persen menjadi 9 persen dan 11,5 persen. Namun, Penerimaan Hasil Tambang (PHT) turun -1 persen menjadi 4,5 persen dan 2 persen.
Kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) – Perpanjangan dari PKP2B. Rentang tarif royalti akan disesuaikan, termasuk perubahan tarif pajak penghasilan badan (PPh) dari 22 persen mengikuti regulasi pajak terbaru.
- Tarif Royalti Mineral Melonjak
Komoditas yang mengalami kenaikan royalti tertinggi diantaranya, bijih tembaga yakni ari 5 persen naik tiga kali lipat menjadi 15 persen (dengan Harga Mineral Acuan/HMA sebesar 9.362 dolar AS per ton). Feronikel: Dari 2 persen naik 150 persen menjadi 5 persen.
Dampak bagi Emiten Tambang
Kenaikan tarif ini diprediksi akan berdampak signifikan terhadap perusahaan tambang, baik yang bergerak di sektor batu bara maupun mineral.
Produsen Batu Bara
IUP: Emiten seperti Bukit Asam ($PTBA) diperkirakan akan mengalami tekanan kinerja.
PKP2B: Emiten seperti Indo Tambangraya Megah ($ITMG) juga akan terdampak akibat kenaikan royalti.
IUPK: Sebaliknya, produsen batu bara dengan kontrak IUPK seperti Bumi Resources ($BUMI), Indika Energy ($INDY), dan Adaro Andalan Indonesia ($AADI) berpotensi meraih keuntungan, terutama dengan HBA per Maret 2025 yang mencapai 128 dolar AS per ton.
Produsen Mineral
Emiten seperti Vale Indonesia ($INCO), Trimegah Bangun Persada ($NCKL), Aneka Tambang ($ANTM), Bumi Resources Minerals ($BRMS), dan Amman Mineral Internasional ($AMMN) diperkirakan akan menghadapi tantangan besar akibat lonjakan tarif royalti.
Bagi industri apa langkah berikutnya? Jika aturan ini resmi disahkan, industri tambang perlu melakukan strategi penyesuaian untuk menjaga profitabilitas. Sementara itu, investor perlu mencermati dampak kebijakan ini terhadap harga saham emiten terkait. (Red.)